Membara Tanpa Bara. Dari kalimatnya saja uda bisa
ditebak kalau judul berita diatas konotasinya adalah sebuah peristiwa atau
kejadian yang didalamnya terdapat perilaku yang penuh semangat dan membara
laksana api tapi tanpa api alias bara. Dan ini kayaknya nyambung banget kalau
mau dikait-kaitkan dengan keadaan saat dimana Hari Pahlawan 10 Nopember 2015
lalu diperingati di SMPN 19 Surabaya. He,..he,..he,....
Bagaimana tidak sobat Aksara, saat itu sekolah qta
yang berdiri di tahun 80-an ini berubah bentuk kaya bangunan sekolah yang ada
di jaman berjuang. Sebab banyak pernak-pernik dan ornamen-ornamen perjuangan
yang melekat. Dari pintu masuk atau gerbang sekolah aja, uda ada spanduk besar
bertuliskan kepahlawanan. Masuk kedalam, bendera merah putih besar berkibar
menghias depan pintu utama sekolah. Dikelas-kelaspun demikian. Suasana semakin
bertambah heroik, manakala semua siswa dan guru alias warga songolas juga ikut
berpakaian Ala pejuang. Ada yang mengenakan pakaian pejuang jaman dulu plus
bambu runcingnya, ada yang mengenakan baju doreng dan TNI/Polri, tapi ada juga
yang cuma pakai kaos oblong, plus peci hitam dengan sarung yang melingkar di
badan. Kayaknya temen qta yang satu ini maunya sedikit modal, ...ha-ha-ha,..
Eitt,...jangan buruk sangka dulu teman. Ingat, saat
pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya terjadi, mereka yang bertempur melawan
Belanda bukan hanya prajurit Badan Keamanan Rakyat (BKR) alias tentara nasional
yang baru dibentuk pasca kemerdekaan, tapi seluruh warga Indonesia dan Jawa
Timur khususnya arek-arek Suroboyo. Karena itu, pakaian yang mereka kenakan pun
seadannya. Nggak penting pakai baju apa, yang terpenting adalah semangat
berjuang. Ingat kan apa kata Founding Father qta, Ir. Soekarno,...JASMERAH :
“JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH,”...... iya kan?!.
Satu lagi yang perlu di ingat dan juga digarisbawahi,
berdandan kaos oblong plus peci hitam lengkap dengan sarung yang dilingkarkan
di badan, ini sudah merupakan model busana yang modis di jamannya. Karena itu,
qta dilarang mempersoalkannya, titik.
Nah, kembali pada ulasan mengenai pakaian Ala pejuang
yang dikenakan warga Songolas di Hari Pahlawan 2015 lalu. Untuk para siswi,
disamping banyak yang mengenakan pakaian pejuang tempo dulu dan juga TNI/
Polri, mereka juga banyak yang mengenakan kebaya dan baju dokter. Nyambung juga
sih, sebab banyak juga dokter-dokter yang ikut berjuang sebagai paramedis kala
itu. Yang gak nyambung, mungkin pakaian teman qta yang maunya bergaya sebagai
PangeranDiponegoro di lomba mirip pahlawan, tapi malah nampak mirip A'a Gym
(lihat foto). Masa kyai sejuta email itu
juga merupakan salah satu pahlawan nasional?,... jelas bukan kan.
Tapi, karena dijaman pertempuran kala itu banyak juga
kyai dan santri yang maju di medan perang, jadinya hal ini tak perlu lagi
diperdebatkan. Sebab, bukankah “Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang selalu
Menghargai jasa-jasa para Pahlawannya,”?. Ini kata Bung Karno lho, bukan
kalimat racikan tim redaksi Aksara,..ha-ha.
Yap, momen Hari Pahlawan 2015 lalu memang telah
mengubah sekolah qta yang berada di Jl. Arif Rachman Hakim 103 B Surabaya ini
kedalam hiruk-pikuknya suasana kemerdekaan. Kalau saja ada panser atau warga
Songolas yang mau berdandan Ala kompeni en Noni Belanda atau bala tentara
Jepang, mungkin keadaannya malah semakin heroik. Sayangnya, temen-temen qta
yang berwajah oriental atau yang tampangnya ke bule-bulean nggak ada yang mau
berdandan demikian. Kalau saja ada, momen itu akan menjadi seru. Sebab, mereka
bisa jadi akan diserbu, he-he,... Nggak Lah Yah!
Membara
tanpa bara keadaannya memang serasa melekat kala hari pahlawan 2015 lalu
diperingati warga Songolas. Sebab, selain banyaknya ornamen perjuangan yang
dipadu dengan tampilan siswa-siswinya yang mengenakan pakaian Ala pejuang,
gemuruh momen hari pahlawan ini juga diisi dengan lomba-lomba yang semuanya
bertemakan kepahlawanan. Ada baca puisi, paduan suara, melukis dan lomba mirip
pahlawan.
Untuk
lomba paduan suara, dari
36 kelas yang ada, semuanya wajib mengirimkan perwakilannya yang terdiri
minimal 20 siswa. Lagu pilihannya
berdasarkan kesepakatan di tiap-tiap kelas. Sedangkan lagu wajib yang harus dinyanyikan adalah “Kebyar-Kebyar”
karya almarhum Gombloh.Karena
lagu ini ada puisinya, So lomba
paduan suara ini begitu semarak. Sebab, mereka yang kebagian baca puisi,
suaranya mau tak mau harus dilantangkan. Jadinya, lomba yang diadakan didepan pintu utama sekolah
ini begitu ramai. Selain karena dari tiap-tiap tim paduan suara membawa
arangernya sendiri untuk mengiringinya dengan keyboard atau gitar, mereka yang
tidak mengikuti lomba beralih fungsi menjadi suporter.
Ada 4 orang guru yang bertindak
sebagai juri dalam lomba (paduan suara) ini. Mereka diantaranya,........ sedang
yang bertindak sebagai pembawa acaranya, adalah Aulia Farahdila Tsany, siswi
dari kelas 8J.
“Latihannya itu sejak Sabtu. Temen-temen
sendiri yang nentuin kostum kebaya-nya. Alhamdulillah temen-temen kompak jadi
gampang diaturnya,” tutur seorang siswi dari kelas 7B.
Selain Paduan Suara, satu lagi lomba yang tak kalah serunya adalah lomba “Mirip Pahlawan”. Disini, siswa yang mengikuti harus bisa memperagakan gaya dan gerak-gerik pahlawan yang dipilihnya. Lomba yang dilakukan dilapangan depan masjid sekolah ini diikuti oleh 32 pasang siswa, 1 pasang siswa terdiri dari 2 anak yang mewakili kelas masing-masing. Tak cuma itu, mereka yang ikut lomba ini harus pandai berkreasi, merias wajahnya seperti pahlawan, berpakaian seperti pahlawan dan berperilaku seperti pahlawan. Sebab kalau tidak, mereka bisa disebut “Pahlawan Kesiangan” atau “Salah Orang” karena penampakannya yang salah.
Karena itu, lomba
“Mirip Pahlawan” ini bisa dibilang unik dan menjadi tontonan seru para warga
Songolas yang tak mengikutinya. Sebab dengan kriteria penilaian yang mewajibkan
pesertanya berlagak layaknya pahlawan yang tegap, berani, tegas dan berwibawa,
tak jarang bagi peserta yang tak begitu menguasai malah menimbulkan kelucuan
dan kekonyolan.@ tim aksara
0 komentar:
Posting Komentar